Ritual upacara Bekakak menjadi sebuah tradisi yang hingga kini masih dijalankan oleh masyarakat di wilayah Ambarketawang, Gamping Sleman Yogyakarta.
Asal Mula Upacara Bekakak
Tradisi upacara bekakak ini terdengar horor karena penggunaan kalimat ‘penyembelihan manusia’. Namun pada kenyataannya sosok manusia digantikan oleh tepung ketan yang diolah menjadi sosok pengantin dengan pakaian adat Yogyakarta.
Menariknya lagi di dalam boneka Bekakak akan diisi gula jawa yang diumpamakan sebagai darah. Seolah olah ketika penyembelihan boneka akan mengeluarkan darah.
Tujuan Upacara Bekakak
Ritual upacara Bekakak adalah budaya Jawa asli yang bertujuan mengenang kesetiaan salah satu abdi dalem kesayangan Sri Sultan Hamengku Buwono I bernama Kyai Wirasuta dan Nyai Wirasuta.
Kedua abdi dhalem meninggal pada Jum’at Kliwon di bulan Sapar terkena runtuhan Gunung Gamping, selama pencarian kala itu dan jasadnya tidak ditemukan. Untuk menghindari musibah disetiap bulan Sapar, tradisi Bekakak terus dilestarikan sebagai penolak bala.
Oleh sebab itu upacara dilaksanakan pada hari jum’at di bulan Safar pada kalender Islam, untuk tanggal sendiri antara 10 – 20. Upacara akan dimulai pada pukul 15.00 WIB. Pembuatan boneka Bekakak dilakukan secara bergiliran di masing masing dusun.
Bekakak akan diarak mengelilingi Ambarketawang disertai kirab budaya dengan mengikut sertakan parade Bregodo atau barisan prajurit, kesenian Jathilan, Reog Ponorogo, Gunungan yang berisi sayuran dan buah-buahan serta boneka Ogoh-ogoh.
Usai arak arakan boneka Bekakak akan dibawa ke pesanggrahan Gunung Gamping untuk disembelih oleh pemerintah setempat. Dan nantinya boneka Bekakak akan dibagikan kepada masyarakat.